Mahfud MD Terkait Rekomendasi IPT Soal Tragedi 1965, Itu Hanya Lelucon LSM

Posted by


JAKARTA– Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud Md. menilai Pengadilan Rakyat Internasional (International People’s Tribunal/IPT) hanyalah lelucon yang dibuat lembaga swadaya masyarakat (LSM).

Pernyataan ini dia sampaikan melalui akun Twitter-nya @mohmahfudmd hari ini, Kamis, 21 Juli 2016. “Itu dagelan, bukan pengadilan resmi, hanya lucu-lucuan LSM saja. Kita juga bisa buat forum seperti itu, membuat vonis lucu-lucuan,” katanya di Twitter.

Sebelumnya, majelis hakim IPT mengumumkan kesimpulan telah terjadi genosida atau pembunuhan besar-besaran secara berencana pascaperistiwa September 1965. Majelis merekomendasikan pemerintah Indonesia meminta maaf, memberikan kompensasi kepada korban dan keluarganya, serta melanjutkan penyelidikan dan penuntutan terhadap seluruh pelaku.

Baca juga: Putusan IPT Soal Peristiwa 1965, Indonesia Harus Minta Maaf Pada PKI?

Menurut Mahfud, IPT bukan merupakan pengadilan resmi. Tak ada konsekuensi yang akan diterima dari hasil pengadilan tersebut. “Hukum positif atau hukum negatif tak mengenal pengadilan IPT. Yang ada pengadilan pidana nasional dan ICC,” katanya.

International Criminal Court (ICC) adalah pengadilan independen permanen yang bertujuan menuntut individu yang melakukan kejahatan serius dan menjadi perhatian internasional. Misalnya kejahatan genosida, kejahatan kemanusiaan, dan kejahatan perang.

Baca juga: Muncul Tekanan Politik Agar Pemerintah Bentuk Komisi Kebenaran Tuntaskan Tragedi 1965

Mahfud menegaskan bahwa hasil vonis yang dijatuhkan IPT tak mengikat karena bukan pengadilan resmi. “Kalau tak percaya bahwa vonis IPT tak mengikat, coba minta dieksekusi. Siapa bisa?” ujar dia.

Meski bukan pengadilan resmi, kata Mahfud, bukan berarti IPT tak boleh dilakukan. Ia menilai pengadilan itu barangkali dilakukan sebagai salah satu bentuk perjuangan para korban di luar jalur pengadilan resmi. “Sejak awal, mereka tahu itu bukan pengadilan,” katanya.

Kontras: Pemerintah Indonesia nggak usah emosilah, anggap saja masukan.
Sementara Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Tindak Kekerasan (Kontras) Haris Azhar meminta pemerintah Indonesia tidak emosi dengan putusan Pengadilan Rakyat Internasional (International People’s Tribunal/IPT) terkait dengan peristiwa September 1965.

“Pemerintah Indonesia enggak usah emosi, itu harus dianggap masukan,” kata Haris, Kamis, 21 Juli 2016. Menurut dia, seharusnya pemerintah Indonesia bersyukur karena ada yang membantu menyelesaikan kasus yang berlarut-larut itu.

Baca juga: Muncul Tekanan Politik Agar Pemerintah Bentuk Komisi Kebenaran Tuntaskan Tragedi 1965

Pada sidang tersebut, majelis hakim yang dipimpin Zakeria Jacoob memberikan rekomendasi untuk pemerintah Indonesia. Di antaranya agar pemerintah Indonesia meminta maaf, memberikan kompensasi kepada korban dan keluarganya, serta melanjutkan penyelidikan dan penuntutan terhadap semua pelaku.

Baca juga: Panglima TNI: Pemerintah Tak Akan Minta Maaf soal Tragedi 1965

Adanya penolakan dari pemerintah untuk menjalankan rekomendasi itu, menurut Haris, menunjukkan bahwa pemerintah takut menghadapi kenyataan. Dia menyayangkan adanya orang-orang yang menyalahkan Belanda dengan hasil putusan tersebut karena dianggap masih ingin mengendalikan Indonesia. “Tidak usah nuduh Belanda. Giliran investasi, Belanda diterima,” ujarnya.

Meski demikian, Haris mengatakan bahwa eksekusi dari rekomendasi putusan itu bergantung pada pemerintah. Sebab, pengadilan ini tidak memiliki kekuatan hukum yang mengikat. Sumber Tempo (kbr)


Blog, Updated at: 15.00.00

0 komentar:

Posting Komentar