Bareskrim Koordinasi dengan KPK Periksa Ahok dalam Kasus Pembelian Lahan Cengkareng

Posted by


JAKARTA 17/7-Penyidik Badan Reserse Kriminal Polri memeriksa Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok sebagai saksi dalam penyelidikan kasus dugaan korupsi pengadaan tanah Cengkareng, termasuk dugaan gratifikasi. Pemeriksaan itu berlangsung di Bareskrim pada Kamis, 14 Juli 2016.

Kepala Divisi Humas Polri Inspektur Jenderal Boy Rafli Amar mengatakan kasus itu adalah hasil penyelidikan oleh Bareskrim dengan mencermati informasi yang berkembang di masyarakat.

Komisi Pemberantasan Korupsi juga tengah mempelajari kasus ini. Boy mengatakan polisi akan bekerja sama dengan KPK jika ada hal-hal yang perlu dikoordinasikan. "Sudah ada koordinasi," kata Boy melalui pesan WhatsApp, Jumat, 15 Juli 2016.

Kepala Sub-Direktorat V Direktorat Tindak Pidana Korupsi Badan Reserse Kriminal Polri Ajun Komisaris Besar Indarto mengatakan kasus ini bermula dari laporan polisi yang dibuat berdasarkan temuan adanya tindak pidana. Pemanggilan Ahok juga merupakan inisiatif dari penyidik.

Ia mengatakan kasus ini berbeda dengan laporan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta terkait dengan kasus dugaan pemalsuan dokumen. "Kasus itu ditangani pidum (pidana umum)," ujarnya. Sedangkan kasus lahan Cengkareng ditangani Direktorat Tindak Pidana Korupsi.
https://metro.tempo.co/read/news/2016/07/16/214788025/bareskrim-koordinasi-kpk-selidiki-pengadaan-tanah-cengkareng

Setelah Komisi Pemberantasan Korupsi dan Kepolisian, Kejaksaan Agung turut menyelidiki pembelian lahan seluas 4,6 hektare oleh pemerintah DKI Jakarta dari Toeti Noezlar Soekarno.

Kejagung Ikut Selidiki Tanah Cengkareng
Tim Kejaksaan langsung turun ke lapangan meninjau lahan yang terletak di Jalan Lingkar Luar Cengkareng, Jakarta Barat itu. "Mereka meninjau fisik tanah," ujar mantan Sekretaris Kelurahan Cengkareng Barat Jufrianto Amin Jumat 15 Juli 2016.

Jufrianto turut mendampingi tim dari Kejaksaan. Selain dia ada perwakilan dari Dinas Perumahan dan Gedung Pemerintah, Badan Pertanahan Nasional, Dinas Kelautan, Pertanian, dan Ketahanan Pangan, serta pejabat dari kelurahan.

Selain dari pegawai DKI Jakarta, Iskandar Achyar juga datang ke lokasi. Iskandar diminta menjelaskan perihal lokasi tanahnya. Iskandar mengatakan ada sebagian tanah miliknya yang tak dijual ke pemerintah Jakarta. "Sampai sekarang masih milik saya," ujarnya.

Kepada tim Kejaksaan, Jufrianto menjelaskan bahwa tanah yang dibeli pemerintah bukan di Cengkareng Barat, lahan yang ditinjau Kejaksaan. Menurut dia, girik C 148 persil 91 blok S III yang menjadi dasar sertifikat milik Toeti tak tercatat dalam buku register catatan liter C kelurahan.

Yang tercatat di kelurahan, ia melanjutkan yakni girik C 148 persil 91 blok D III. Karenanya, kata Jurianto, pemerintah bukan membeli tanah tapi membeli kertas sertifikat.

Hampir dua jam tim Kejaksaan meninjau lokasi tanah yang beberapa bidang telah menjadi kebun bibit milik Dinas Kelautan dan Pertanian. Rombongan sempat berhenti di sebuah peti kemas di lahan milik Toeti yang dijual ke pemerintah.

Ketika Tempo datang Juni lalu, peti kemas itu dijadikan markas oleh Brimbo untuk menjaga tanah tersebut. Salah satu anggota Brimob mengatakan dirinya hanya diperintah oleh atasannya.

Saat tim Kejaksaan datang ke sana, tak ada satupun anggota Brimob yang nongol. Justru seseorang bernama Dedi yang menyambut rombongan. Dedi mengaku sebagai menantu Nafis.

Menurut Rasidin Nur, warga Cengkareng Barat, satu dari tiga mafia tanah di Jakarta Barat selain Koen Soekarno, suami Toeti dan Matroji, kerabatnya Rudy Hartono Iskandar. Rudi adalah kuasa Toeti dalam jual beli tanah ke pemerintah.

Semua orang yang terkait pembelian tanah sudah diperiksa oleh aparat penegak hukum dan Badan Pemeriksa Keuangan, termasuk Jufrianto. Kamis kemarin, giliran Gubernur Basuki Tjahaja Purnama yang diperiksa Bareskrim Mabes Polri.

Ahok Tak Tahu Teknis Pembelian Lahan Cengkareng Barat
Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok mengaku tak tahu detail proses pembelian lahan di Cengkareng Barat. Sebagai kepala daerah, Ahok hanya mengurus proses hukum. Sebab, urusan teknis dikerjakan para kepala dinas yang menjadi bawahannya.

Ahok menyatakan dia telah mengecek semua tahapan proses hukum. Ada delapan orang yang harus memberikan paraf sebagai tanda persetujuan sebelum sampai ke meja Ahok untuk mendapatkan disposisi atau persetujuannya.

"Prosesnya itu di Biro Penataan Kota dulu. Nanti Dinas Perumahan yang beli," kata Ahok di Balai Kota, Jumat, 15 Juli 2016.

Bagian Penataan Kota akan memastikan dan memeriksa lahan yang akan dibeli tersebut. Setelah itu, Biro Penataan Kota akan mengajukan rencana pembelian lahan untuk mendapatkan surat keputusan (SK) dari gubernur.

Ahok menuturkan, dalam undang-undang diatur, jika pemerintah ingin menguasai lahan, perlu ada SK Kepala Daerah. Meski begitu, kata Ahok, kepala daerah tidak bisa langsung memutuskan untuk membeli lahan. Penjual harus menunggu SK dikeluarkan gubernur.

Jika nanti penjual berubah pikiran sebelum SK keluar dan membatalkan penjualan lahan, hal tersebut masih diizinkan. Sebab, menurut Ahok, proses pembuatan SK membutuhkan waktu. "Kalau mau jual cepat, ya mereka bisa mengajukan pembatalan, lalu kami batalin SK," katanya.

Kalau memang gubernur masih harus mengurusi hal teknis, Ahok mengatakan lebih baik mengurangi jumlah pegawai negeri sipil dalam jumlah besar. "Kalau mesti saya cek gambar, cek peta, lalu buat apa ada dinas? Lalu kami kurangi pegawai tinggal seribu orang saja. Semua saya yang kerjain dan cek," kata Ahok.

Pemprov DKI Jakarta diduga membeli lahan milik sendiri, yakni milik Dinas Kelautan, dengan harga Rp 668 miliar dari Toeti Noezlar Soekarno. Hal tersebut menjadi temuan BPK pada audit anggaran 2015 yang dibuka pada awal Juni 2016. Karena kejanggalan itu, Biro Hukum DKI Jakarta melaporkan kasus tersebut kepada Badan Reserse Kriminal Polri. (tem)


Blog, Updated at: 11.35.00

0 komentar:

Posting Komentar